Search This Blog

Sunday 17 April 2011

SINDROM BRUGADA

SINDROM BRUGADA
Belum lama ini, Journal of the American College of Cardiology (Vol 41, 2003)
memuat sebuah artikel khusus memperingati 10 tahun sindrom Brugada.



Sindrom Brugada adalah suatu jenis abnormalitas elektrik jantung bawaan
yang secara tragis dapat merenggut nyawa laki-laki usia sekitar 30 saat
terlelap tidur.



Seperti halnya sindrom QT panjang (Kompas, 10/7/2002), penderita sindrom
Brugada sebelumnya sehat-sehat saja bahkan faktor-faktor risiko penyakit
jantung koroner mungkin tidak ditemukan dan struktur jantungnya juga
normal.



Kelainan ini sebenarnya dapat terdeteksi melalui elektrokardiografi (EKG),
yaitu peralatan medis sederhana yang berfungsi merekam irama jantung.
Abnomalitas irama jantung sindrom Brugada adalah adanya blok berkas
jantung kanan (right bunddle branch block, RBBB) dengan elevasi segmen
ST di sandapan jantung kanan yang kadang tidak kentara.



Sebelumnya, abnormalitas ini kurang begitu dipedulikan para dokter karena
orangnya sehat dan bugar hingga Brugada bersaudara dari Barcelona, yaitu
Pedro dan Josep Brugada, tahun 1992 mendeteksi adanya keterkaitan
abnormalitas EKG tersebut. Mereka menemukan adanya kematian dan
serangan aritmia (gangguan listrik jantung) ganas pada delapan pasien
dengan struktur jantung yang normal.



Temuan itu menggugah para ahli. Berbagai pengamatan dilakukan hingga
mereka sepakat ada suatu entitas klinis baru yang kemudian dinamakan
sindrom Brugada tahun 1996 untuk menghargai penemunya.



Defek genetik yang bertanggung jawab terhadap disfungsi elektrik jantung
pada sindrom ini pertama kali didentifikasi tahun 1998.



Asia lebih banyak

Tahun ini untuk kedua kali diadakan pertemuan para ahli membahas
kemajuan studi terhadap sindrom yang masih menyisakan misteri.



Hal yang belum terjawab adalah mengapa sindrom letal ini lebih banyak
terjadi di kawasan Asia Tenggara dan lebih sering menyerang laki-laki
ketimbang perempuan (8:1).



Yang juga masih menjadi pertanyaan adalah walaupun sindrom Brugada
mungkin saja terdapat pada berbagai lapisan usia, mengapa serangan
kebanyakan terjadi di puncak kehidupan, yaitu pada usia dewasa muda?



Dalam rentang satu dekade, sindrom ini semakin luas dikenal seiring dengan
bermunculannya laporan kasus dari berbagai negara di sejumlah jurnal
kedokteran. Di Barat angka kejadian sindrom ini diperkirakan 1:10.000,
sedangkan di Asia angka kasus ini empat kali lebih banyak.



Di Indonesia, sindrom maut ini dilaporkan pertama kali oleh Dr Muhammad
Munawar SpJP tahun 2002, dimuat di Jurnal Kardiologi Indonesia.



Sebenarnya sejak lama para ahli mempertanyakan misteri penyebab
kematian mendadak saat tidur (sudden unexplained nocturnal death) yang
terjadi terutama pada laki-laki Asia dewasa muda yang sebelumnya sehat-
sehat saja.



Literatur medis Filipina melaporkan kejadian yang dikenal sebagai
bangungut ini pertama kali tahun 1917. Tiga dekade kemudian tim medis dari
Honolulu melaporkan serial 81 kasus kematian orang laki-laki Filipina yang
tinggal di Oahu County dengan pola yang serupa.



Misteri kematian ini ternyata juga dikenal di Thailand yang disebut sebagai
lai tai, dan di Jepang dikenal dengan nama pokkuri, serta di Laos dengan
sebutan noniaital.



Tahun 1983 Baron dan kawan-kawan melaporkan 51 kematian para
pengungsi asal Asia yang berusia relatif muda dan sebelumnya tak ada
gejala-gejala penyakit apa pun. Hampir semua korban adalah laki-laki
(kecuali satu orang wanita) dan keseluruhan kematian terjadi saat mereka
tertidur. Usia rata-rata korban adalah 33 tahun.



Akhirnya misteri kematian mendadak saat tidur itu mulai terkuak ketika
Brugada bersaudara melaporkan hasil pengamatan mereka di Journal of the
American College of Cardiology, 1992.



Sistem elektrik jantung

Mekanisme seluler yang mendasari sindrom ini amat kompleks karena
berkait dengan elektrofisiologi jantung yang masih banyak menyimpan
misteri.



Jantung yang berdenyut rata-rata 100.000 kali per hari untuk memompa
sekitar 200 galon darah memiliki sistem elektrik tersendiri mirip dengan
sebuah baterai. Sistem konduksi elektrik ini secara khusus menginstruksi
jantung untuk berdenyut secara teratur dan terkoordinasi.



Impuls elektrik bermula dari sinoatrial node yang terletak di sisi atas serambi
(atrium) kanan jantung. Impuls itu kemudian menyebar ke seluruh serambi
yang menyebabkan kedua serambi berkontraksi. Selanjutnya setelah
mengalami perlambatan sejenak, yaitu di atrioventricle (AV) node impuls
bergerak menuju kedua bilik jantung (ventrikel) melalui serat-serat
penghantar khusus yang bercabang ke bilik kanan dan kiri jantung sehingga
kedua bilik dapat memompa darah ke seluruh tubuh.



Aktivitas listrik di sel-sel jantung terjadi karena adanya perbedaan potensial
listrik. Muatan listrik di dalam sel lebih negatif dibandingkan dengan di luar
sel yang disebabkan karena perbedaan komposisi ion-ion di antaranya, yaitu
sodium, kalium, kalsium, dan klorida.



Pada membran sel terdapat kanal- kanal protein yang mengatur arus keluar
masuk ion-ion tersebut. Setiap ion memiliki kanal yang spesifik dan terbuka
pada waktu tertentu. Aktivitas listrik jantung diawali dengan masuknya ion
sodium melalui kanal sodium ke dalam sel yang mengubah keseimbangan
muatan listrik di dalam sel sehingga memicu kontraksi jantung.



Sindrom Brugada terjadi bila terdapat defek gen yang menyandi kanal
sodium, yaitu gen SCN5A pada kromosom 3. Mutasi pada gen yang
diturunkan ini menyebabkan pembukaan kanal ion terjadi lebih cepat dan
berlangsung lebih lama. Keadaan ini dapat memicu timbulnya suatu aritmia
ganas yang disebut fibrilasi ventrikel.



Fibrilasi ventrikel adalah kekacauan aktivitas elektrik di bilik jantung yang
merupakan mesin pompa darah utama. Akibatnya otot-otot jantung berdenyut
tidak karuan sehingga darah tak dapat terpompa ke seluruh tubuh termasuk
otak. Bila situasi ini tak dikoreksi segera dengan alat kejut jantung
(defibrilator), maka korban akan cedera otak karena kekurangan oksigen dan
akhirnya dapat berakibat kematian. Sering kali fibrilasi ventrikel pada sindrom
ini tercetus saat jantung dalam dominasi pengaruh saraf vagal, misalnya saat
tidur.



Diagnosis tak sengaja

Sebagai entitas klinis yang relatif baru, riwayat perjalanan penderita sindrom Brugada masih belum diketahui dengan jelas.



Disebutkan bahwa tingkat kerusakan kanal-kanal sodium inilah yang
dianggap menentukan perjalanan penyakit. Artinya, mereka dengan
persentase tingkat kerusakan kanal-kanal sodium yang lebih berat, umur
menjadi lebih pendek



Sebagian besar penderita sindrom ini tidak memiliki keluhan sehingga
terdiagnosis tanpa sengaja, yaitu saat check up atau bahkan berobat karena
penyakit lain. Deteksi terjadi setelah perekaman EKG. Sebagian tersaring
karena adanya riwayat keluarga mati mendadak atau sering pingsan yang
tak jarang dikira epilepsi.



Yang paling sulit terdiagnosis adalah mereka yang tanpa keluhan dan
memiliki gambaran EKG dengan pola Brugada yang kurang jelas atau
bahkan normal. Penderita sindrom Brugada yang seperti ini dapat terlacak
bila ia memiliki riwayat keluarga berusia muda yang mati mendadak dan ia
dideteksi dengan stimulasi memakai obat penghambat kanal sodium guna
memperjelas abnormalitas EKG.



Hingga kini belum ditemukan terapi untuk sindrom Brugada yang disertai
keluhan. Obat-obatan antiaritmia seperti amiodarone dan penghambat beta
tidak terbukti sanggup mencegah serangan fibrilasi ventrikel. Satu-satunya
alternatif adalah menanamkan alat kejut jantung (implantable cardioverter
defibrilator/ICD) untuk untuk memproteksi dari serangan fibrilasi ventrikel
yang dapat mematikan itu.



Bagaimana dengan penderita sindrom Brugada yang tidak ada keluhan
sama sekali? Haruskah pada mereka ditanam ICD yang berharga lebih dari
20 ribu dollar AS? Pada mereka ini disarankan pemeriksaan elektrofisiologi
jantung untuk mengetahui apakah mereka memiliki potensi munculnya
aritmia ganas. Bila memang aritmia dapat tercetus, pemasangan ICD
diperlukan .



Yang lebih penting lagi adalah tidak menyepelekan riwayat keluarga. Bila
memiliki orangtua, anak, atau saudara dengan riwayat pingsan berulang atau
bahkan mati mendadak di usia muda, sebaiknya memeriksakan diri untuk
mencari potensi nahas itu pada diri sendiri sehingga dapat diantisipasi.



Dr A Fauzi Yahya Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah FKUI/Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita


(A) Normal electrocardiogram pattern in the precordial leads V1-3, (B) changes in Brugada syndrome (type B)


ECG pattern in Brugada syndrome. According to a recent consensus document, type 1 ST segment elevation either spontaneously present or induced with Ajmaline/Flecainide test is considered diagnostic. Type 1 and 2 may lead to suspicion but drug challenge is required for diagnosis. The ECGs in the right and left panels are from the same patient before (right panel, type 1) and after (left panel, type 1) endovenous administration of 1 mg/kg of Ajmaline during 10 minutes.

No comments:

Post a Comment