Blood Transfusion
Pendahuluan
Penggantian darah atau tranfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah seperti plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit melalui IV. Transfusi adalah pemindahan darah atau komponen darah dari donor kepada resipien. Komponen meliputi komponen seluler dan humoral yang telah dipisah-pisahkan maupun sebagai plasma utuh.
Indikasi
1. Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau penyakit kelainan darah)
2. Pasien dengan syok hemoragi
Secara umum, dari beberapa panduan yang telah dipublikasikan, tidak direkomendasikan untuk melakukan transfuse profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfuse adalah kadar hemoglobin di bawah 7,0 atau 8,0 g/dl, kecuali untuk pasien dengan penyakit kritis.
Kadar hemoglobin 8,0 g/dl adalah ambang batas transfuse untuk pasien yang dioperasi yang tidak memiliki factor resiko iskemik, sementara untuk pasien dengan resiko iskemik, ambang batas dapat dinaikkan samapai 10,0 g/dl. Namun, transfuse profilaksi tetap tidak dianjurkan.
Pemberian transfuse untuk menambah kapaitas pengiriman oksigen, seperti kerap dilakukan di unit perawatan intensif, tidak dianjurkan. Sebuah studi pada pasien sepsis melaporkan bahwa transfuse tidak menyebabkan perubahan kapasitas pengiriman oksigen 6 jam setelah transfuse.
Tujuan
o Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau perdarahan
o Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien yang mengalami anemia berat
o Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti (misal : faktor pembekuan plasma untuk membantu mengontrol perdarahan pada klien yang menderita hemofilia)
Golongan dan Tipe Darah
Darah tersusun dari beberapa unsur yang mempunyai peran utama dalam terapi tranfusi darah. Komponen ini meliputi antigen, antibody, tipe Rh, dan antigen HLA. Antigen adalah zat yang mendatangkan respon imun spesifik bila terjadi kontak dengan benda asing. Sistem imun tubuh berespon dengan memproduksi antibody untuk memusnahkan penyerang. Reaksi Antigen (Ag) dan Antibodi (AB) ini diperlihatkan dengan aglutinasi atau hemolisis. Antibodi dalam serum berespon terhadap antigen penyerang dengan mengelompokkan sel-sel darah merah bersama-sama dan menjadikan mereka tidak efektif atau memusnahkan sel darah merah. Sistem penggolongan darah didasarkan pada reaksi Ag-AB yang menentukan kompabilitas darah. Aglutinin, atau antibody yang bekerja melawan antigen A dan B, disebut agglutinin anti A dan agglutinin anti B. Aglutinin ini terjadi secara alami.
Individu dengan golongan darah O secara alami memproduksi kedua aglutinin tersebut, inilah sebabnya individu dengan golongan darah O disebut sebagai donor universal. Individu golongan AB juga menghasilkan antibodi AB, oleh karena itu individu dengan golongan AB disebut resipien universal. Bila darah yang ditranfusikan tidak sesuai, maka akan timbul reaksi tranfusi.
Sistem golongan darah yang diperiksa dalam pelaksanaan transfusi darah secara rutin adalah sistem ABO dan rhesus. Pencocoksilangan (crossmatching) kemudian menentukan kompatibilitas ABO dan Rh adalah penting dalam pemberian terapi tranfusi darah. Penggolongannya adalah :
Table 1 . penggolongan darah berdasarkan system ABO | ||
Golongan darah | Antigen | Antibody |
A B AB O | A B AB Tidak ada | Anti-B Anti-A Tidak ada Anti-A,anti-B, anti-AB |
Table 2 . penggolongan darah berdasarkan system rhesus | ||
Anti Rho(D) | Control Rh | Tipe Rh |
Positif Negative Positif | Negative Negative Positif | D + D – Harus diulang atau diperiksa dengan Rho (D) typing (Saline tube test) |
System HLA merupakan komponen berikutnya untuk dipertimbangkan dalam pemberian tranfusi. System HLA didasarkan pada antigen yang terdapat dalam leukosit, trombosit dan sel-sel lainnya. Penggolongan dan pencocoksilangan HLA kadang-kadang diperlukan sebelum tranfusi trombosit diulangi.
Darah dan Komponen Darah
Penggunaan darah untuk transfuse hendaknya selalu dilakukan secara rasional dan efisien yaitu dengan memberikan hanya komponen darah/derivate plasma yang dibutuhkan saja.
Dari satu unit darah lengkap donor dengan proses sentrifugasi dengan kecepatan tinggi dapat dipisahkan menjadi sel darah merah pekat, trombosit, plasma segar beku = fresh frozen plasma (FFP), kriopresipitat dan lain-lain sedangkan dari plasma dengan proses fraksinasi akan didapat derifatnya antara lain albumin, immunoglobulin dan factor-faktor koagulasi pekat misalnya factor VIII dan factor IX pekat.
Macam-macam komponen darah | |
Seluler | - Darah utuh (whole blood) - Sel darah merah pekat (packed red blood cell) ü Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell leukocytes reduced) ü Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed) ü Sel darah merah pekat beku (packed red blood cellfrozen, packed red blood cell deglycerolized) - Trombosit konsentrat (concentrate platelets) Ø Trombosit dengan sedikit leukosit (platelet concentrate leukocyte reduced) - Granulosit feresis (granulocytes pheresis) |
Non seluler | - Plasma segar beku (fresh frozen plasma) - Plasma donor tunggal (single donor plasma) - Kriopresipitat factor anti hemophilia (cryoprecipitate AHF) |
Macam macam derifat plasma :
- Albumin
- Immunoglobulin
- Factor VIII dan factor IX pekat
- Rh immunoglobulin
- Plasma ekspander sintetik
Darah lengkap (whole blood)
Darah lengkap ini berisi sel darah merah, leukosit, trombosit dan plasma. Di Indonesia satu kantong darah lengkap berisi 250 ml darah dengan 37 ml antikoagulan, ada juga yang 1 unit kantong berisi 350 ml darah dengan 49 ml antikoagulan. Suhu simpan 1-6o C. lama simpan tergantung antikoagulan yang dipakai pada kantong darah; pada pemakaian sitrat fosfat dekstrose (CPD) lama simpan 21 hari sedangkan CPD adenine 35 hari. Menurut masa simpan invitro ada 2 macam darah lengkap : darah segar (darah yang disimpan sampai 48 jam) dan darah baru ( darah yang disimpan sampai 5 hari.
Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Infuskan selama 2 sampai 3 jam, maksimum 4 jam/unit. Dosis tergantung klinis pasien, pada orang dewasa darah lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl atau hematokrit 3-4 %. Dosis pada pediatrik rata-rata 20 ml/kg diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi., darah lengkap 8 ml/kg akan meningkatkan Hb sekitar 1 g/dl. Hindari memberikan tranfusi saat klien tidak dapat menoleransi masalah sirkulasi. Hangatkan darah jika akan diberikan dalam jumlah besar.
Indikasi:
1. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
2. Klien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25 persen dari volume darah total
Kontraindikasi :
Sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia kronik yang normovolemik atau yang bertujuan meningkatkan sel darah merah.
Packed Red Blood cells (RBCs)
Komponen ini mengandung eritrosit, lekosit, trombosit dan sedikit plasma karena sebagian plasma telah dihilangkan (80 %). Tersedia volume 150 – 300 ml tergantung kantong yang dipakai dengan eritrosit 100-200ml. Disimpan pada suhu 1-6oC. Dengan antikoagulan CPDA masa simpan 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80 %. Sedang dengan antikoagulan CPD bisa 21 hari. Komponen eritrosit disimpan dalam larutan tambahan (buffer destrosa, adenin, manitol) memiliki nilai hematokrit 52-60% dan masa simpan 42 hari. Diberikan selama 2 sampai 4 jam, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui. Hindari menggunakan komponen ini untuk anemia yang mendapat terapi nutrisi dan obat.
Indikasi :
1. Pasien dengan kadar Hb rendah
2. Pasien anemia karena kehilangan darah saat pembedahan
3. Pasien dengan massa sel darah merah rendah
Kontraindikasi : Dapat menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat.
Keuntungan :Perbaikan oksigenasi dan jumlah eritrosit tanpa menambah beban volume seperti pada pasien anemia dengan gagal jantung.
Dosis : 1 unit PRC akan meningkatkan Hb sekitar 1 gr/dl atau hematokrit 3-4%.
White Blood Cells (WBC atau leukosit)
Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti RBCs, plasma dihilangkan 80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.
Indikasi :
1. Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia)
Leukosit –poor RBCs
Komponen ini sama dengan RBCs, tapi leukosit dihilangkan sampai 95 %, digunakan bila kelebihan plasma dan antibody tidak dibutuhkan. Komponen ini tersedia dalam volume 200 ml, waktu pemberian 1 ½ sampai 4 jam.
Indikasi:
ü Pasien dengan penekanan system imun (imunokompromise)
ü Pemberian : paling baik diberikan dengan menggunakan filter darah generasi ketiga.
Platelet/trombosit
Berisi trombosit beberapa lekosit dan sel darah merah serta plasma. Komponen ini biasanya digunakan untuk mengobati kelainan perdarahan atau jumlah trombosit yang rendah. Volume bervariasi biasanya 35-50 ml/unit, untuk pemberian biasanya memerlukan beberapa kantong. Komponen ini diberikan secara cepat. Hindari pemberian trombosit jika klien sedang demam. Klien dengan riwayat reaksi tranfusi trombosit, berikan premedikasi antipiretik dan antihistamin. Shelf life umumnya 6 sampai 72 jam tergantung pada kebijakan pusat di mana trombosit tersebut didapatkan. Periksa hitung trombosit pada 1 dan 24 jam setelah pemberian.
Indikasi:
1. Pasien dengan trombositopenia (karena penurunan trombosit, peningkatan pemecahan trombosit
2. Pasien dengan leukemia dan marrow aplasia
Fresh Frozen Plasma (FFP)
Komponen ini digunakan untuk memperbaiki dan menjaga volume akibat kehilangan darah akut. Komponen ini mengandung semua faktor pembekuan darah (factor V, VIII, dan IX). Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Shelf life 12 bulan jika dibekukan dan 6 jam jika sudah mencair. Volume sekitar 200-250 ml. Perlu dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.
Indikasi:
ü Pencegahan perdarahan postoperasi dan syok
ü Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa ditentukan
ü Klien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan.
Coution!!!!!!!!!
Plasma sebaiknya tidak digunakan untuk mempertahankan ekspansi volum karena resiko penularan penyakit yang tinggi. Albumin, fraksi protein plasma, koloid, atau kristaloid yang tidak menularkan penyakit merupakan produk yang lebih aman untuk mempertahankan volume darah.
Pemberian : Diberikan dalam 6 jam setelah pencairan, dengan memakai filter standar. Jika plasma diberikan sebagai pengganti faktor koagulasi dosisnya adalah 10-20 ml/kg (4-6 unit untuk orang dewasa) dapat meningkatkan faktor koagulasi 20-30%, dapat pula meningkatkan faktor VIII 2% (1 unit / kg).
Efek samping : Menggigil, demam dan hgipervolemia
ASA merekomendasikan pemberian FFP dengan mengikuti petunjuk berikut :
- Segera setelah terapi warfarin
- Untuk koreksi defisiensi faktor koagulasi yang mana untuk faktor yang spesifik tidak tersedia
- Untuk koreksi perdarahan mikrovaskuler sewaktu terjadi ;peningkatan > 1,5 X nilai normal PT atau PTT
- Untuk koreksi perdaraha n sekunder mikrovaskuler yang meningkat akibat defisiensi faktor koagulasi pada pasien yang ditransfusi lebih dari satu unit volume darah dan jika PT dan PTT tidak dapat diperoleh saat dibutuhkan.
- FFP sebaiknya diberikan dalam dosis yang diperhitungkan mencapai suatu konsentrasi plasma minimum 30% (biasanya tercapai dengan pemberian 10-15 ml/kg), kecuali setelah pemberian warfarin yang mana biasanya cukup antara 5-8 ml/kg.
- FFP dikontraindikasikan untuk peningkatan volume plasma atau konsentrasi albumin.
Albumin 5 % dan albumin 25 %
Komponen ini terdiri dari plasma protein, digunakan sebagai ekspander darah dan pengganti protein. Komponen ini dapat diberikan melalui piggybag. Volume yang diberikan bervariasi tergantung kebutuhan pasien. Hindarkan untuk mencampur albumin dengan protein hydrolysate dan larutan alkohol.
Albumin yang tersedia adalah larutan 25% dan 5%, sementara fraksi protein plasma yang tersedia adalah larutan 5%. Tiap sediaan mengandung natrium 145 mmol/L (145 mEq/L). Larutan albumin 5%, osmotic dan onkotiknya sama dengan plasma sedangkan larutan albumin 25% osmotic dan onkotiknya lima kali lebih besar dari plasma. Albumin memiliki waktu paruh 16 jam dan dapat disimpan lebih dari 5 tahun pada suhu 2-10oC.
Albumin diperoleh dari plasma darah yang sudah kadaluarsa atau dengan plasmaferesis, mengandung 96% albumin , 4 % globulin dan protein lainnya. Cara pembuatan dengan fraksinasi. Fraksi protein plasma (FPP) dibuat dengan cara yang sama tetapi beberapa tahap porifikasi tidak dilakukan mengandung albumin kurang lebih 80%, globulin 17%. Albumin tersedia dalam larutan dengan kadar 25% atau 5%, sedang FPP tersedia dalam larutan 5% mempunyai nilai osmotic dan ekivalen dengan plasma. Secara umum albumin dan FPP digunakan untuk penderita hipovolemik dan hipoproteinemia, pertukaran plasma /dialysis, HDN, kebocoran/kehilangan protein, luka bakar, gagal hati akut/kronik, sesudah parasentesis asites bila terjadi hipotensi, pada renjatan dengan protein rendah (protein kurang dari 6,2g/dl). Diperlukan tanpa saringan. Sediaan intramuskuler tidak boleh diberikan untuk intravena
Indikasi
ü Pasien yang mengalami syok karena luka bakar, trauma, pembedahan atau infeksi
ü Terapi hyponatremi
ü Meningkatkan protein plasma
Kontraindikasi :
Larutan albumin 25% tidak boleh diberikan pada pasien dengan dehidrasi dan hanya dapat diencerkan dengan normal salin dan dekstrose 5%.
Dosis :
- Defisiensi Ig bawaan : i.m 0.7 ml/kg/bulan atau i.v. 100 mg (2 ml/kg/bulan)
- Profilaksi hepatitis A : 0,02 – 0,04 ml/kg bb im
- Hepatitis B : 0,06 ml/kgbb im diulang setelah 1 bulan
- Varisela zoster : 2.5 ml/10kg bb (maksimal 5 vial) im harus diberikan dalam 72 jam setelah terpapar.
- Pengobatan hipotensi dengan albumin hendaklah disesuaikan dengan hemodinamik pasien. Dosis 500 ml (10-20ml/kg pada anak-anak) diberikan secara cepat untuk mengatasi syok. Pada pasien luka bakar dosis albumin atau fraksi plasma protein diberikan dalam dosis tertentu untuk mempertahankan kadar protein plasma 5,2 g/dl atau lebih tinggi. Albumin tidak dapat memperbaiki hipoalbuminemia kronik dan tidak digunakan untuk jangka panjang.
Reaksi Transfusi
Reaksi transfusi sebagian besar terjadi selama transfusi berlangsung atau sesaat sesudahnya, sebagian lagi memakan waktu lebih lama dengan gejala-gejala yang tidak nyata tetapi efek terapeutik transfusi tidak tercapai. Reaksi transfusi akut terjadi pada 5% transfusi dan reaksi tertunda pada 7 %. Sebagian reaksi transfusi bias dicegah atau dihindari, karena itu sebelum mengambil keputusan melakukan transfusi kita harus mempertimbangkan baik-baik resiko melawan keuntungannya.
Tipe reaksi | penyebab | Manifestasi |
Segera | ||
a. Imunologik | Inkompatibilitas eritrosit | Hemofisis dengan gejala |
Ab terhadap leukosit donor | Demam, non hemolitik | |
Ab terhadap Ig A | Anafilaktik | |
Ab terhadap leukoresipien | Edema paru non kardial | |
Ab terhadap protein plasma | Urtikaria | |
b. Non-imunologik | Darah terkontaminasi | Demam tinggi, syok |
Kelebihan volume | Gagal jantung kongestif | |
Darah sudah rusak | Hemofisis tanpa simtom | |
Emboli (udara, endapan darah, bahan lain) | | |
Transfusi masif | Hiperkalemia , hipokalemia, koagulopati | |
Tertunda | ||
a. imunologik | Ab anamnestik terhadap Ag eritrosit | Hemofisis |
Ab terhadap eritrosit | Reaksi GvH | |
Ab terhadap trombosit | Purpura post transfusi | |
b. non imunologik | Banyak kali transfusi | Hemosiderosis, hemoragik metabolik |
Penularan penyakit | Hepatitis, malaria | |
Emboli | | |
Infeksi pada tempat tusukan | tromboflebitis |
ý Reaksi demam
Penyebab : benda pirogen, bakterimia, alat-alat terkontaminasi, reaksi Ag-Ab terhadap leukosit donor lebih-lebih pada transfusi berulang kali, reaksi Ag-Ab terhadap trombosit darah. Reaksi demam, hemodialisis atau bakterimia berbahaya, kedua hal ini harus sangat diwaspadai bila timbul demam pada transfusi.
o Benda pirogen
ü Benda pirogen adalah lipopolisakarid yang berasal dari bakteri, dapat langsung menyebabkan reaksi dalam waktu singkat (12 menit setelah suntikan) dengan puncak kira-kira setelah 1-1,5 jam.
ü Gejala : mula-mula tekanan darah naik, diikuti keluhan dingin lalu menggigil, kemudian timbul demam. Pada puncak reaksi dapat timbul nausea, nyeri kepala dan nyeri otot terutama punggung, leucopenia.
o Antibody terhadap leukosit
ü Reaksi Ag-Ab terhadap leukosit melibatkan komplemen, terjadi terutama kalau resipien telah berulang kali mendapatkan transfuse, lebih-lebih dengan sediaan pekat.
ü Gejala : dapat timbul 5 menit setelah suntikan berupa rasa panas, 1 jam kemudian menggigil, hipotensi dengan sianosis, nafas cepat, edema paru dapat terjadi batuk-batuk beberapa saat setelah transfuse mulai (edema paru non kardial).
o Antibody terhadap trombosit donor
ü Antibody dalam tubuh resipien timbul akibat transfuse berulang kali maupun karena sebab lain seperti drug associated thrombocytopenia, neonatal thrombocytopenia baik allo maupun isoimmune, posttransfusion purpura, SLE, arthritis rheumatoid, hepatitis, leukemia, ITP, lomfoma, AIHA, septicemia, hiupergamma globulinemia.
ü Gejala : muncul sebagai nyeri kepala bagian frointal 30 menit setelah mulai transfuse.
ý Anafilaksis
Adalah : semua reaksi alergi yang mempunyai manifestasi sistemik, yaitu system pernafasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, mata dan klulit baik yang member gejala pada salah satu system saja atau gabungan. Reaksi ini terjadi terbanyak pada resipien dengan defisiensi Ig A sehingga memungkinkan terbentuknya antibody anti IgA akibat transfuse sebelumnya atau peristiwa kehamilan.
Penyebab: Pemberian protein IgA ke resipien penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi IgA.
Gejala: Tidak ada demam, syok, distress pernafasan (mengi, sianosis), mual, hipotensi, kram abdomen, terjadi dengan cepat setelah pemberian hanya beberapa milliliter darah atau plasma.
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Lanjutkan pemberian infus normal saline
3. Beritahu dokter dan bank darah
4. Ukur tanda vital tiap 15 menit
5. Berikan ephineprine jika diprogramkan
6. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP) jika diperlukan
Pencegahan:
- Bila diketahui resipien memang defisiensi Ig A :
ü Tranfusikan sel darah merah (SDM) yang sudah diproses dengan memisahkan plasma dari SDM tersebut, gunakan darah dari donor yang menderita defesiensi Ig A.
ü Transfusi dengan eritrosit cuci atau frozen thawed red yang sedikit mengandung Ig A
ü Transfusi autolog
ü Antihistamin per oral atau suntikan 1 jam sebelum transfusi dan sekali lagi saat transfusi dimulai
2. Untuk resipien yang anamnestik pernah mengalami reaksi anafilaksis pemberian kortikosteroid dianjurkan, pemberian antihistamin tak efektif
3. Sediaan Albumin masih mengandung Ig A, sehingga tidak boleh diberikan.
BAGAN PERTOLONGAN ANAFILAKSIS
ý Sepsis
Penyebab:Komponen darah yang terkontaminasi oleh bakteri atau endotoksin
Gejala: Menggigil, demam, muntah, diare, penurunan tekanan darah yang mencolok, syok
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ambil kultur darah pasien
3. Pantau tanda vital setiap 15 menit
4. Berikan antibiotik, cairan IV, vasoreseptor dan steroid sesuai program
Pencegahan: Jaga darah sejak dari donasi sampai pemberian
ý Urtikaria
Merupakan reaksi alergi yang paling sering terjadi.
Penyebab: Alergi terhadap produk yang dapat larut dalam plasma donor
Gejala: Eritema lokal, gatal dan berbintik-bintik, biasanya tanpa demam
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Ukur vital sign tiap 15 menit
3. Berikan antihistamin sesuai program
4. Tranfusi bisa dimulai lagi jika demam dan gejala pulmonal tidak ada lagi
Pencegahan: Berikan antihistamin sebelum dan selama pemberian tranfusi
ý Kelebihan sirkulasi
Penyebab: Volume darah atau komponen darah yang berlebihan atau diberikan terlalu cepat
Gejala: Dyspnea, dada seperti tertekan, batuk kering, gelisah, sakit kepala hebat, nadi, tekanan darah dan pernafasan meningkat, tekanan vena sentral dan vena jugularis meningkat
Intervensi:
1. Tinggikan kepala klien
2. Monitor vital sign
3. Perlambat atau hentikan aliran tranfusi sesuai program
4. Berikan morfin, diuretik, dan oksigen sesuai program
Pencegahan: Kecepatan pemberian darah atau komponen darah disesuaikan dengan kondisi klien, berikan komponen SDM bukan darah lengkap, apabila diprogramkan minimalkan pemberian normal saline yang dipergunakan untuk menjaga kepatenan IV
ý Hemolitik Akut
Penyebab: karena inkompatibilitas mayor (ABO) oleh kesalahan administrative/petugas. Antibody dalam plasma resipien bereaksi dengan antigen dalam SDM donor, resipien menjadi tersensitisasi terhadap antigen SDM asing yang bukan dalam system ABO. Mekanisme terutama melalui Ig M, Ig G juga dapat menyebabkan RTHA, disini destruksi eritrosit terjadi ekstravaskuler. Penyebab lain kontaminasi bakteri pada darah, infus cairan hipotonik, transfusi darah rusak, transfusi melalui jarum kecil.
Gejala: Cemas, nadi, pernafasan dan suhu meningkat, tekanan darah menurun, dyspnea, mual dan muntah, menggigil, hemoglobinemia, hemoglobinuria, perdarahan abnormal, oliguria, nyeri punggung, syok, ikterus ringan. Dapat terjadi hipotensi/syok bahkan DIC karena teraktifkannya factor XII system kinin membuat bradikinin yang menyebabkan permeabilitas pembuluh darah kapiler dan dilatasi arteriola. System complemen juga terangsang muncul C3a dan C3b; C3b menempel pada eritrosit sehingga eritrosit akan difagositosis. Hemolitik akut terjadi bila sedikitnya 10-15 ml darah yang tidak kompatibel telah diinfuskan, sedangkan reaksi hemolitik lambat dapat terjadi 2 hari atau lebih setelah tranfusi.
Intervensi:
1. Monitor tekanan darah dan pantau adanya syok.
2. Hentikan tranfusi
3. Lanjutkan infus normal saline
4. Pantau keluaran urine untuk melihat adanya oliguria
5. Ambil sample darah dan urine
6. Untuk hemolitik lambat, karena terjadi setelah tranfusi, pantau pemeriksaan darah untuk anemia yang berlanjut
Pencegahan: Identifikasi klien dengan teliti saat sample darah diambil untuk ditetapkan golongannya dan saat darah diberikan untuk tranfusi (penyebab paling sering karena salah mengidentifikasi).
ý Hemolitik Tertunda
Penyebab : adanya antibody dengan titer rendah pada resipien sehingga tidak timbul reaksi tetapi aloimunisasi. Bias karena tes silang dengan hasil meragukan kurang teliti dinilai atau tes silang memang negative karena amat rendahnya titer antibody. Tes antiglobulin direk menjadi positif setelah beberapa hari (3-5 hari bias sampai 4 minggu). Antibody yang terlibat biasanya dari system Rh dan kidd.
Gejala :Hb menurun dan demam, timbul ikterus biasanya pada hari 5-10.
Perlu diwaspadai bila mendapat transfuse berulang, karena dapat timbul RTHA.
ý Reaksi Transfusi Masif
· Hiperkalemia
Penyebab: Penyimpanan darah yang lama melepaskan kalium ke dalam plasma sel. Dapat meningkat samapai 25 – 30 mEq pada akhir minggu ke 3.
Gejala: Serangan dalam beberapa menit, EKG berubah, gelombang T meninggi dan QRS melebar, kelemahan ekstremitas, nyeri abdominal
Tatalaksana : mendorong K ke dalam sel dengan pemberian glukosa 10%, 200-300 cc dalam 30 menit pertama. Infus na-bikarbonat dapat dipakai, 44-132 meq/l ditambahkan dalam setiap liter infus glukosa.
Pencegahan : berikan darah yang masa simpannya kurang dari 5 hari untuk pasien yang mempunyai resiko hiperkalemia.
· Hipokalemia
Penyebab: Berhubungan dengan alkalosis metabolik yang diindikasi oleh sitrat tetapi dapat dipengaruhi oleh alkalosis respiratorik
Gejala: Serangan bertahap, EKG berubah, gelombang T mendatar, segmen ST depresi, poliuria, kelemahan otot, bising usus menurun
· Hipotermia
Penyebab: Pemberian komponen darah yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin diberikan melalui kateter vena sentral.
Gejala: Menggigil, hipotensi, aritmia jantung, henti jantung/cardiac arrest
Intervensi:
1. Hentikan tranfusi
2. Hangatkan pasien dengan selimut
3. Ciptakan lingkungan yang hangat untuk pasien
4. Hangatkan darah sebelum ditranfusikan
5. Periksa EKG
· Keracunan Sitrat
Sitrat yang terdapat dalam antikoagulan ACD/CPD dalam keadaaan fungsi faal hati menurun tidak dapat dimetabolisasikan.
Gejala : paresteresis sirkumoral, tremor otot sampai tetani, gangguan fungsi miokard, aritmia. ECG tampak QT memanjang yang disebabkan pemanjangan segmen ST.
Tatalaksana : dengan preparat kalsium. Pencegahan dengan pemberian 10 ml larutan Ca-glukonat 10% atau 2,5 ml CaCL2 10% IV pelan-pelan.
· Koagulopati
Trombosit akan mati dan factor pembekuan yang labil akan menghilang pada darah simpan lama sehingga pada transfuse massif dapat timbul perdarahan.
· Reaksi lain :
ü Alkalosis : pada fungsi ginjal yang tak baik, akibat metabolisme sitrat menjadi bikarbonat.
ü Bertambah beratnya hipoksia : makin lama masa simpan darah makin turun kemampuan angkut oksigen dan tubuh akan memperbaikinya dalam waktu 6-12 jam.
ü Overloading : kelebihan volume darah dalam sirkulasi pulmonal dimana jaringan paru tidak mampu menampung lebih banyak lagi. Diagnosa: gejala yang timbul diakibatkan oleh gagal jantung kanan berupa sesak nafas, dada terasa terikat, batuk non produktif, sianosis, tekanan vena sentral meninggi. Tatalaksana : stop transfuse, ubah posisi pasien menjadi posisi duduk, beri oksigen, bila perlu diuretika.
ü Thrombosis dan flebitis : karena rangsangan mekanik dari alat, reaksi alergi terhadap pemasangan jarum pada vena perifer. Gejala : tanda radang di tempat jarum, bengkak.
· Reaksi transfuse akibat bahan-bahan lain :
ü Emboli udara : udara masuk ke dalam pembuluh darah bersama transfuse menimbulkan gejala yang bervariasi tergantung banyaknya yang masuk dan keadaan umum resipien. Emboli pada vena mengumpul di ventrikel kanan dan menghalangi aliran darah pada a. pulmonalis dan menyebabkanb desakan venosa yang tinggi disertai sesak nafas, sianosis, murmur pada prekordial, nadi cepat, aritmia, hipotensi dengan sinkop karena iskemia otak.
Pertolongan : penderita dibaringkan dengan kepala terletak lebih rendah agar udara terkumpul di apex cordis dan dari sedikit terpecah-pecah mengalir ke paru dan diserap.
ü Mikroemboli : mikroagregat dapat terbentuk selama darah atau komponen darah disimpan lebih dari 7 hari. Pada transfuse massif mikroagregat ini lebih sering menimbulkan emboli terutama pada paru à insufisiensi paru.
ý Hemosiderosis Transfusional (HT)
Dalam 1 liter darah kurang lebih 500 mg besi dan tubuh normal kehilangan 1 mg besi setiap hari. Karena itu transfuse berulang kali (pada thalasemia, anemia aplastik, sferositosis) akan menyebabkan penimbunan besi dalam tubuh. Penimbunan besi pada organ spt hati, jantung, limpa, kelenjar endokrin menyebabkan terganggunya organ tersebut à sirosis hepatis, gagal jantung kongestif, hipersplenisme, endokrinopati multiple.
ý Aloimunisasi
Pada transfuse dalam tubuh resipien dapat timbul reaksi pembentukan antibody terhadap antigen dari luar (alloantigen). Ini terjadi dalama beberapa hari, minggu, bulan atau karena alas an yang belum diketahui dapat tidak terbentuk antibody sama sekali.
Factor yang berperan :
ü Daya imunogenitas : paling penting adalah antigen A, B dan Rh; gejala yang timbul RTHT
ü Frekuensi gol. Darah : adanya Rh (-)
ü Daya membentuk antibody : antigen tertentu punya daya membentuk antibody tinggi. Demikian juga pada penyakit tertentu terdapat hambatan dalam pembentukan antibody.
Referensi :
Smeltzer, Suzanne C. Bare, Brenda G, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth , Ed. 8, Editor Monica Ester, Jakarta , ECG, 2001
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , Dasar – Dasar Transfusi Darah, Jilid II, Ed IV,Departermen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Juni 2006
Transfuse Darah , www.medicastore.com
Transfuse Darah Dan Kematian Ibu, www.WordPress.com
No comments:
Post a Comment